Sebelum memulai tulisan ini, aku hanya mengingatkan bahwa
tak ada sedikitpun niatan diriku untuk sombong atau gagah-gagahan. Hanya mencoba
berbagi pengalaman dan semoga saja bisa bermanfaat atau memotivasi orang lain
yang pernah merasakan hal serupa. Aku akan memulai dari awal mula masuk ke
dunia “PERSKRIPSIAN”
Aku adalah salah satu anggota Tim Rekam Sidang TIPIKOR KPK –
FH Untirta yang bertugas merekam dan mengamati jalannya persidangan. Sekitar akhir
tahun 2014, ada sebuah perkara korupsi yang membuatku tertarik untuk meneliti
hingga akhirnya menjadi penelitian skripsi di tahun 2016. Seorang terdakwa
korupsi sebut saja A didakwa bersalah dan divonis 4 Tahun dengan denda 250 juta
oleh hakim, dan ini lah awal mula kenapa aku tertarik meneliti. Menurutku ini
tidak adil (please jangan mencaci,
menghina atau merendahkanku lagi, masa itu sudah lewat!)bila dilihat dari
latar belakang si terdakwa mengapa dia melakukan perbuatan keji itu karena dia
diancam oleh atasannya dengan nonjob, tanda
tangan si A dipalsukan untuk pencairan dana tertentu, si A memiliki keadaan
yang cukup menyedihkan dengan rumah yang hampir rubuh dan anak yang masih
kecil, lalu bila dia nonjob bagaimana
kelanjutan hidup mereka? Disini si A salah dan aku pun tak membenarkan
perbuatan keji itu, aku hanya ingin hakim memberi vonis yang lebih ringan (tak ada unsur titipan permintaan terdakwa
pada penilitian ini). Otomatis karena pemikiranku dianggap melenceng oleh
sebagian orang (perlu diingat seorang Jenius Thomas Alva Edison pun pernah
dianggap orang gila karena memiliki pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan
orang disekitarnya), pemikiran gila ku ini pun mendapat kritikan termasuk oleh
salah satu dosen bergelar doktor dan beberapa teman mahasiswa yang hanya tau
kulitnya penelitianku.
Hingga ucapan seperti “ah penelitian lo bukan masalah, itu
hakim udah benar kasih putusan. Hahaha ganti judul aja lo padahal lo baru
seminar proposal. Hahaha udah seminar proposal dua kali ntar lo. Ah kamu tuh
belain koruptor. Kamu kok belain terdakwa. ” sering aku dengar keluar dari
mulut mereka. Bagi sebagian orang mungkin lucu, tapi bagi yang direndahkan
seperti itu, sumpah itu menyakitkan.
Aku terus berusaha mematahkan pemikiran mereka dengan sering
berkonsultasi dengan dosen dan membaca buku berisi teori-teori yang kata dosen
pembimbing itu teori untuk S2 dan buku itu adalah buku-buku yang sulit untuk
ditemukan sampai akhirnya somebody special pada saat itu bantuin hehe. Untuk mahasiswa
sekelas strata 1 seperti ku tau apa sih tentang teori keadilan dan lain-lain
sampai mencari di buku-buku filsafat? Tapi dengan tekad tak ingin direndahkan
akhirnya aku mampu menyelesaikan skripsiku dengan tepat waktu dan diwaktu yang
tepat hingga aku sidang skripsi pada tanggal 18 agustus 2016 kemarin.
Dengan rasa bahagia aku mendengar salah satu dosen
pembimbingku sekaligus penguji memujiku dengan ucapan “begitu kamu pertama kali
datang ke saya, saya pikir ini adalah tema yang menarik karena kamu datang dengan membalikkan pola pikir orang pada umumnya. Biasanya orang dengar
korupsi sudah pasti memaki-maki, dihajar pasti salah. Sementara kamu datang dengan pendekatan yang jauh
berbeda. Kamu bilang koruptor itu ga semata-mata salah lho. Karena ada sudut pandang lain yang bisa kita lihat. Saya sih
sederhana saja waktu itu kamu cerita bla bla bla, eeeehhh masuklah pada konten keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum. Kamu cerita
tentang Nonetz, kamu cerita tentang Radbruch segala macam , tapi menurut saya
ini adalah diskursus dan tema yang menarik karena hukum sampai kiamat sekalipun
kita akan terus berpendapat apakah ini pasti ataukah adil seolah-olah kamu
hadir ditengah-tengah perang pemikiran antara Hans dengan Austin dan kamu datang
dengan pendekatan Radbruch.” Terima kasih atas pujiannya Bapak Ahmad Fauzi
S.H., M.H.
Dan tak lupa juga komentar dari Bapak Ridwan S.H., M.H.
selaku orang yang aku jadikan Role Model
dalam akademik “Penelitian ini ditarik pada
konteks keadilan substantif. Ini bisa jadi persoalan. Karena bila tidak dipakai
ini bisa menjadi disparitas pemidanaan, dan itu menunjukkan sisi keadilan. Saya
sering mencotohkan seseorang yang mencuri karena keterpaksaan dengan mencuri
yang karena kebiasaan itu sanksinya harus berbeda dan itu adil. Karena didalamnya
ada salah satu unsur keterpaksaan sama
seperti ini dan Saudara sudah menunjukkan bahwa ada tanda tangan yang
dipalsukan seharusnya ini menjadi suatu pemikiran tersendiri buat hakim bahwa
disini ada pemaksaan. Bahwa suka atau tidak suka ketika seseorang
dihadapkan pada paksaan dia ada pilihan dia melakukan atau tidak melakukan
sekalipun itu ada resiko. Mungkin kalo dia tak pegang job dia khawatir anak
istri ga makan. Dan akhirnya dia ambil dengan pemikiran semoga hal buruk tidak
terjadi. Itu harus menjadi konteks
pemikiran bagi hakim, tidak kemudian semua orang yang dipaksa kemudian
mengikuti itu harus sama begitu sanksinya. Itu harus menjadi bahan pemikiran. Ini
adalah bagaimana hakim memberi putusan pada suatu perkara dengan menggunakan
hati nurani dan ini bisa dijadikan bahan penelitian”
Bahkan setelah sidang seorang Doktor bernama Dr Benny
mengatakan skripsiku adalah skripsi yang menarik dan aku sangat cocok jadi
pengacara. Ya bila dilihat dari konteks “membela terdakwa mungkin” aku sangat
cocok jadi pengacara tapi pengacara apa dulu. Aku kagum dengan sosok Yap Thiam
Hien yang mengatakan “JIKA SAUDARA HENDAK MENANG PERKARA, JANGANLAH PILIH SAYA
SEBAGAI PENGACARA ANDA KARENA PASTI KITA AKAN KALAH. TETAPI JIKA SAUDARA MERASA
CUKUP DAN PUAS MENEMUKAN KEBENARAN MAKA
SAYA MAU MENJADI PEMBELA SAUDARA”
So, gimana? Masih mau merendahkan orang lain yang mungkin
dari luar orang tersebut terlihat tak berilmu tapi jika diadu siapa yang tau. Hal
yang menyenangkan mungkin merendahkan orang lain, tapi itu sangat sakit jika
ternyata orang yang direndahkan mampu terbang lebih tinggi daripada kamu kamu
yang hobby merendahkan. Salam damai hehe
Note:
terima kasih untuk Bapak Ridwan S.H.,M.H., Bapak Ahmad Fauzi S.H., M.H., Dr. Benny S.H., M.H., dan sahabat-sahabatku yang selalu kasih semangat Lysa, Citra, Ganis, Emil, Ita kalian luar biasaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
0 comments:
Post a Comment