THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Friday 23 September 2016

SAAT MEREKA YANG TAK PERNAH BELAJAR HUKUM MENJADI "HAKIM"

Hasil gambar untuk palu hakim


Saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan fenomena “sianida” yang dimulai dari awal tahun 2016 hingga saat ini prosesnya masih berjalan. Banyak masyarakat yang menginginkan persidangan ini cepat selesai dengan menjadikan Jessica Kumala Wongso yang selanjutnya disingkat JKW segera diputus bersalah. Mereka berani berpendapat hanya dengan mengikuti alur dari siapa yang memesan kopi hingga akhirnya Mirna meninggal dunia lebih mengarah ke JKW. Tak salah, itu hanya presepsi dan faktanya seorang hakim pun belum berani mengatakan JKW bersalah karena masih proses persidangan.

Menjadi tersangka atau terdakwa bukanlah sesuatu yang menyenangkan, ya memang, lalu bagaimana bisa kita menginginkan seseorang yang belum tentu bersalah diputus bersalah sedangkan kita tau menjadi terdakwa saja sudah merupakan pesakitan.


Mungkin karena gampangnya mengakses informasi dari mana saja membuat seseorang bisa belajar sendiri tentang suatu hal, mendapatkan “pencerahan” tentang suatu permasalahan dll. Dan hal ini juga yang menjadikan masyarakat yang tak pernah belajar hukum mencoba menjadi hakim atas kemerdekaan orang lain. Sering saya diminta pendapat oleh teman-teman seperjuangan di fakultas hukum dan juga oleh teman-teman yang bukan fakultas hukum. Mereka meminta pendapat saya sebagai orang yang belajar hukum, ya saya jawab dan anehnya beberapa dari mereka memiliki logika konyol dengan mengaitkan perkara dengan komik conan.

Dari awal dikatakan bahwa JKW lolos lie detector, lolos inilah itulah dan tak terlihat di cctv dia menuangkan racun lah apalah bahkan hanya karena melihat ke cctv sudah diduga memiliki niat mencari tempat aman untuk memasukkan racun. Seandainya saya melihat cctv dan kebetulan ada kasus pencurian, dengan serta merta saya dituduh, maka saya akan laporkan balik yang menuduh saya. Bahkan jika benar JKW pelakunya terlihat di cctv namun disini Mirna tidak meninggal, maka dia hanya dikenakan percobaan pembunuhan, lalu bagaimana ceritanya jika tidak terlihat dia yang memasukkan racun tapi dia dituduh masyarakat sebagai pembunuh? Bukan hanya dia yang menanggung sanksi, keluarganya juga, ya sanksi sosial yang lebih kejam dari sanksi pidana.

Sanksi sosial yang dikenakan hanya beralaskan pemahaman cetek mereka tadi, lalu jika ternyata JKW bukan pelakunya maka masyarakat akan melupakan begitu saja seakan-akan tak pernah menjadi “hakim”. Minta maaf? Tidak mungkin! Mereka bersikap tak terjadi apa-apa. Jadi sebelum menghakimi orang lain, coba refleksikan ke diri sendiri seperti misalnya sendainya itu saya atau seandainya itu keluarga saya atau seandainya itu saudara saya, mungkin, mungkin ya nalarnya akan lebih jalan. Kaitkan dari segala hal. Itulah kenapa jika mendapat informasi harus dari berbagai aspek jangan Cuma satu sehingga tidak seperti kerbau yang dicucuk hidungnya yang iya iya saja.

Bukan, saya bukan dalam rangka membela JKW. Hanya tergelitik saja menulis tentang mereka yang berkoar-koar tentang hukum padahal membaca buku hukum atau belajar hukum tidak pernah. Saya hanya melihat dari sudut pandang yang berbeda dari “orang normal” (karena setelah ini pasti saya dianggap aneh jadi sadar diri duluan). Dan lagi, buat yang belajar hukum tapi logikanya stuck seperti jalanan di Jakarta, jangan lihat hukum seperti melihat dari kacamata kuda. Hukum tidak berdiri sendiri, hukum butuh ilmu lain untuk melengkapinya seperti filsafat, sosiologi, agama, dll.


Jadi stop menghakimi orang lain layaknya kamu tidak ingin dihakimi oleh orang lain! Lebih baik lihat prosesnya jika terdapat kejanggalan bukannya masyarakat bisa membuat petisi? atau jadilah orang hukum dan ciptakan hukum yang sempurna, itu juga kalo kamu masih idealis.

0 comments:

Yoolasch

Followers