WRITTEN BY FEBYOLA HUTAGAOL
Inspired by somebody whom has the most awesome smiling in the world.
Senyum, satu kata yang mampu
dilakukan semua orang. Senyum yang tulus, senyum dari hati mampu
membolak-balikkan dunia seseorang. Hal yang sepele, bahkan terlalu berlebihan
jika dikaitkan dengan hati. Tapi, tanpa mampu menafikkan, ya duniaku memang
berubah rotasi. Duniaku seakan berubah pada orang yang memberikan senyum itu.
Sejak itu, senyuman itu seakan menjadi candu bak kafein yang ada di kopi
favoritku.
“Lo nulis apaan dah? Serius
amat.” Seseorang menepuk pundakku pelan. Seseorang yang sudah lama ku kenal,
ntah berapa tahun lamanya. “skripsi lo ya?” lanjutnya sambil duduk di sampingku
dan mencoba mencari tahu apa yang sedang kulakukan.
“Hmm...” ucapku sambil
memandangnya sekilas.
“Anjiiirrr.. Iya dah sombong sementang
sibuk skripsi jadi lupa sama gue. Ok finee!!!”
Dia berdiri dan berlalu meninggalkanku.
“Hahaha jangan baper dong. Gitu
aja ngambek”
Aku tau dia hanya bercanda. Bukan
dia jika diperlakukan seperti itu terbawa perasaan. Dia terus saja berjalan,
melangkah dengan pasti semakin menjauh. Dia, dia sahabatku. Sangat tak ingin
kusebut namanya. Bukan aku malu, hanya saja terlalu canggung. Bukankah sahabat
jadi cinta adalah hal yang lumrah? Tapi ntah kenapa terasa sesak jika mengingat
bahwa kami adalah “sahabat”.
Dia, sahabatku, satu-satunya
orang yang mampu membolak-balik duniaku hanya karena sebuah senyuman. Senyuman
yang dapat diberi oleh siapapun, bukan hanya dia. Tapi sejak saat itu, senyum
itu selalu terbayang. Apakah aku sudah gila? Atau hanya terlalu mengagumi
sampai salah mengartikan perasaan ini?
Selama ini dia hanya orang biasa
yang tak pernah sedikitpun terbesit rasa suka padanya, sama sekali. Dan
bodohnya lagi, kenapa aku bisa jatuh cinta pada seorang sahabat yang aku tau
dia mencintai seseorang yang bukan aku. Aku memang penyendiri, aku terbiasa
memahami perasaanku sendiri. Tapi perasaan yang ini sungguh tak terselami.
*****
“Lo tau ga sih apa yang bikin
cewek terima kalo ditembak cowok?” Dia membuka buku-buku hukum yang kujadikan
literatur skripsi. Hal percuma, karena aku sangat yakin dia takkan membaca
isinya.
“Gue ga pernah nembak cewek. Jadi
gue kagak tau”
“Idih bocaaahhh. Yaiyalah lo
kagak nembak cewek, satu jenis lo woi.” Dia menutup buku yang dipegangnya
dengan tatapan kesal “Tapi menurut lo aneh ga sih kalo suka sama sahabat
sendiri?”
What? Pertanyaan macam apa itu? Aku kaget dan langsung menatap
tepat di matanya. Aku tak bisa mengatakan apapun, aku mematung. Apa mungkin?
Apa mungkin itu aku? Arrggh pemikiran konyol macam apa ini. “Sudah bukan
jamannya cinta monyet. Kalo sekedar suka ga ada bedanya lo sama anak SMA”
“Kayaknya gue cinta deh. Soalnya
perasaan ini udah dari waktu yang lamaaaa laaamaaaa laaamaaaaaaa banget.”
“Hmm seterah lo dah”
“Ck kok lo gitu sih? Pokoknya lo
harus punya 1 hari full buat dihabiskan
sama gue ya. Ada hal penting yang mau gue lakuin”
“Ogaaahhhhh”
“Ih gue ga mau tau lo harus ada
waktu selama 1 hari penuh itu buat gue!” Dia langsung pergi meninggalkanku
dengan sejuta pertanyaan. Oh okay terlalu
berlebihan. Dia meninggalkanku dengan berbagai pertanyaan. Siapa cewek yang dia
suka sejak lama? Sahabat? Aku? Oh Damn!
Kenapa aku jadi memikirkan ini sih?
*****
Ternyata pepatah kita melakukan
apapun demi cinta itu benar. Di waktu deadline skripsi ntah kenapa aku bisa meluangkan sehari untuknya,
untuk makhluk yang diciptakan Tuhan dengan senyum memesona sepanjang masa.
Konyol, aku menjadi tolol saat jatuh cinta seperti ini.
“Thanks ya akhirnya bisa juga
main bareng lo seharian ini. Gue seneng banget hahaha” Ucapnya sambil tertawa
lepas. Lagi, aku merasakan getaran yang pernah kurasakan saat melihatnya. Oh God, aku benar-benar jatuh cinta pada
ciptaanMu ini. Walaupun tak ada sepatah kata mengenai siapa perempuan yang
disukainya, tapi siapapun dia, dia adalah orang yang paling beruntung mampu
mendapatkan hati “sahabatku” ini. Dan aku berfikir bolehkah aku menjadi
perempuan itu untuk sehari saja? Maka sehari itu akan kupergunakan
sebaik-baiknya, bahkan jika hari itu berakhir setidaknya aku pernah berada di
hatinya walau hanya sehari saja.
“Lo kenapa sih ngeliatin gue
kayak gitu? Naksir lo? Hahaha”
Secara reflek aku memukul
tangannya, antara berfikir aku ketahuan atau aku tak terima ditanya pertanyaan
itu.
“Gue udah lama suka sama satu
cewek. Lama banget. Gue nunggu tapi dia ga pernah datang, lagi. Sampai dua
minggu yang lalu gue tau kabar dia udah balik lagi ke Jakarta dan gue samperin
dia. Ternyata perasaan gue yang gue pikir udah hilang muncul gitu aja. Mungkin
ga ya kalo gue bilang tentang perasaan gue, dia bakal nerima?” Dia, sahabatku
itu memandang langit seakan ingin menemukan jawaban di sana. Tapi sayang,
bintang hanya bersinar tanpa memberi jawaban.
“Jean udah balik dari Semarang
dan ingin menetap lagi di Jakarta. Kira-kira gue harus gimana bilangnya?”
Lanjutnya sambil memalingkan padangan dari bintang-bintang ke arahku. Seperti
biasa lidahku kelut. Apa yang harus kukatakan? Terlalu perih mendengar
kenyataan bahwa dia memendam rasa pada Jean yang juga sahabatku dulu. Aku sudah
cukup tua bukan untuk menangis seperti anak kecil karena mendengar pengakuan
ini?
Dengan terbata-bata aku katakan,
“Katakan apa yang lo rasakan. Semuanya. Karena bakal sakit banget saat lo ga
bisa bilang lo cinta, lo suka, lo kagum sama seseorang yang sebenernya orang
itu ada di dekat lo. Saat lo udah menemukan cinta lo, jangan pernah lepasin. Keep holding on your love !” Aku
memegang tangannya, memberinya semangat untuk meraih cintanya. Dia kembali lagi
menatap langit dengan senyuman itu.
Dan aku, aku hanya menatap wajah dengan
senyum di bibirnya. Tapi aku bahagia, karena senyumnya mampu mengobati perasaan
kecewaku karena cinta di masa lalu. Karena senyumnya mampu membuatku merasakan
kembali bagaimana rasanya jatuh cinta. Karena senyumnya yang menghiasi
hari-hariku. Walau jika suatu saat hatinya terluka karena cinta, biarlah dia
mengobati lukanya dengan luka di hatiku, hingga aku bisa melihat senyum itu
lagi, senyuman di hari itu. “Seandainya kamu tau bahwa hal yang paling kusuka
adalah senyummu, apakah kamu mampu mencintaiku?” tanyaku dalam hati.
0 comments:
Post a Comment