THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Saturday 19 March 2016

Hukum Asuransi BPJS

CATATAN: Boleh copy paste atau dijadikan referensi tapi jangan plagiat! Anak hukum kok plagiat :p

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Semakin modern kehidupan, semakin sering penggunaan teknologi, maka semakin praktis orang dalam menjalani hidup. Terkadang banyak dari masyarakat sekarang yang terlalu workaholic sehingga tidak memikirkan kesehatannya karena yang dipikirkan hanya pekerjaan.
            Namun dengan menunjukkan loyalitasnya terhadap pekerjaan, perusahaan juga wajib memberikan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Jaminan Kesehatan perusahaan, seperti yang tertulis dalam Undang-Undang No. 3Tahun 1992. Walau Peraturan mengenai kewajiban itu ada, namun banyak perusahaan yang tidak memberikan hak tersebut kepada karyawannya. Padahal dengan pemberian hak tersebut kepada karyawan, selain dapat meningkatkan kualitas kerja, dapat membuat jalinan antara pengusaha dan pekerja semakin erat.
            Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Jaminan Kesehatan yang sekarang lebih dikenal dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang lebih dikenal dengan BPJS adalah
badan yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimakah implementasi BPJS pada saat ini?
2.      Apakah BPJS termasuk ke dalam monopoli usaha?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui implementasi BPJS pada saat ini.
2.      Untuk mengetahui apakah BPJS termasuk kedalam monopoli usaha.
3.      Untuk memenuhi tugas Hukum Asuransi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
            BPJS adalah badan yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor  40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun  2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
            Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial tenaga kerja PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Pada awal 2014, PT. Askes akan menjadi BPJS Kesehatan. Dan selanjutnya pada 2015 PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
            Lembaga BPJS ini bertanggung jawab terhadap presiden. Dan diwajibkan bagi  setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang sudah menetap dan tinggal di Indonesia selama minimal enam bulan untuk menjadi anggota BPJS. Dan ketentuan ini sesuai dengan Pasal 14 UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
            Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya menjadi anggota BPJS.
            Menjadi anggota BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkannya.[2] Mengenai jaminan kesehatan, jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang telah diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya yang telah dibayarkan pemerintah.
            Kelompok anggota BPJS dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1.    penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, dan
2.    bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan
            Adapun yang dimaksud dengan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah sebagai anggota program jaminan kesehatan, yang mana mereka adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
            Masyarakat yang berhak menjadi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan lainnya adalah orang yang mengalami cacat total tetap dan masuk dalam kategori orang tidak mampu. Sedangkan mereka yang bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan adalah mereka yang :
-          pekerja penerima upah dan anggota keluarganya
-          pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya
-          bukan pekerja dan anggota keluarganya.
            Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan. Yang termasuk pekerja penerima upah itu seperti pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan lain-lain. Sedangkan pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, seperti pekerja di luar hubungan kerja. Bukan pekerja adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan namun mampu membayar iuran jaminan kesehatan contohnya adalah investor dan pemberi kerja. Dan yang yang meliputi anggota keluarga adalah:
·         satu orang istri atau suami yang sah dari si anggota
·         anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari si anggota, dengan kriteria:
Ø  tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri dan
Ø  belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun masih melanjutkan pendidikan formal.
            Jaminan kesehatan menanggung jumlah anggota/peserta dan anggota keluarganya paling banyak  5 orang. Namun apabila jumlah peserta dan anggota keluarganya lebih dari 5 orang wajib untuk membayar iuran tambahan. Seluruh warga negara Indonesia wajib menjadi peserta/anggota BPJS walau yang bersangkutan memiliki jaminan kesehatan lain.

B.     Implementasi BPJS Saat Ini
            Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut, BPJS Kesehatan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Fasilitas kesehatan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan BPJS Kesehatan yaitu pemenuhan kebutuhan medis peserta. JKN lebih berhasil terlaksana manakala fasilitas kesehatan juga siap dengan pelayanan kesehatan juga siap dengan pelayanan kesehatan yang berprinsipkan efisiensi biaya namun dengan tidak menurunkan mutu layanan.
            Ditengah dinamika implementasi JKN, BPJS Kesehatan memberikan apresiasi kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan khususnya Rumah Sakit Swasta yang mendukung BPJS Kesehatan baik dari sisi implementasi Indonesia Case Base Groups, maupun yang memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi termasuk menata admission yang terintegrasi dengan tim BPJS Kesehatan, memiliki jalinan kemitraan yang baik dengan BPJS Kesehatan serta dapat menstimulasi Rumah Sakit Swasta yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan agar bersedia bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.[3]
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi:
1.      Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik, mencakup:
·         administrasi pelayanan
·         pelayanan promotif dan preventif
·         pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
·         tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
·         pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
·         transfusi darah sesuai kebutuhan medis
·         pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
·         rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
2.      Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:
·         rawat jalan, meliputi:
-          administrasi pelayanan
-          pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis
-          tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
-          pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
-          pelayanan alat kesehatan implant
-          pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
-          rehabilitasi medis
-          pelayanan darah
-          pelayanan kedokteran forensik
-          pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
·         rawat inap yang meliputi:
-          perawatan inap non intensif
-          perawatan inap di ruang intensif
-          pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.[4]
            Dalam implementasinya, BPJS saat ini bekerja sama dengan PT Asuransi Sinar Mas, berupa coordination of benefit yang diharapkan memberikan kemudahan bagi nasabah dalam mengakses layanan kesehatan. Kerja sama tersebut harus berorientasi kepada peningkatan pelayanan. Program jaminan kesehatan nasional yang dimiliki Indonesia memang baru berjalan beberapa bulan. Seiring perjalanannya, Indonesia masih membutuhkan banyak pembelajaran, termasuk dari negara yang sistem jaminan kesehatan nya telah mumpuni seperti Belanda.
C.    BPJS dan Monopoli Usaha
            Sebelum menilai BPJS termasuk ke dalam monopoli usaha atau tidak, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu apa itu monopoli usaha. Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat definisi monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
            Sedangkan yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
            Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan
(1)   Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
(2)   Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini apabila:
a.       Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b.      Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c.       Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
            Monopoli yang dilarang menurut Pasal 17 ini jika monopoli tersebut memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Melakukan kegiatan penguasaan atas produk barang, jasa, atau barang dan jasa tertentu;
2.      Melakukan kegiatan penguasaan atas pemasaran produk barang, jasa, atau barang dan jasa tertentu;
3.      Penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli;
4.      Penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;
            Sedangkan kriteria yang digurrakan untuk membuktikan ada atau tidaknya monopoli yang dilarang tersebut didasarkan pada :
1.      Produk barang, jasa, atau barang dan jasa tersebut belum ada penggantinya
2.      Pelaku usaha lain sulit atau tidak dapat masuk ke dalam persaingan terhadap produk barang, jasa, atau barang dan jasa yang sama (barrier to entry)
3.      Pelaku usaha lain tersebut adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar yang bersangkutan
4.      Satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha telah menguasai lebih dari 50% pangsa pasar dari suatu jenis produk barang atau jasa tertentu.
            BPJS berpotensi melakukan praktik monopoli mengingat kekuatannya pada pasar diatas 50 % namun dengan mengacu pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan melihat unsur-unsur pasalnya, dapat disimpulkan bahwa BPJS bukanlah suatu produk pemerintah yang melakukan monopoli usaha. Karena untuk mengategorikan BPJS melakukan praktik monopoli usaha apabila semua semua unsur  telah terpenuhi. Pasal 17 Ayat (2) a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dinyatakan bahwa barang atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya. Sedangkan dalam kenyataannya, BPJS memiliki substitusi yakni asuransi-asuransi lain yang sejenis, seperti contohnya asuransi kesehatan dari perusahaan asuransi lain. Maka dari itu tidaklah dapat disimpulkan jika BPJS melakukan praktik usaha monopoli.
BAB III
PENUTUP
           
            BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial tenaga kerja PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Pada awal 2014, PT. Askes akan menjadi BPJS Kesehatan. Dan selanjutnya pada 2015 PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
            BPJS tidak dapat dikatakan melakukan praktik usaha monopoli karena BPJS memiliki subtitusi yakni asuransi-asuransi lain yang sejenis, seperti contohnya asuransi kesehatan dari perusahaan asuransi lain. Dan diwajibkan bagi  setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang sudah menetap dan tinggal di Indonesia selama minimal enam bulan untuk menjadi anggota BPJS. Dan ketentuan ini sesuai dengan Pasal 14 UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-Undang  No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Website
1.      http://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial terakhir diubah pada 14 April 2014, 07.18 wib.
3.      http://bpjs-kesehatan.go.id/statis-13-manfaat.html diunggah pada tanggal 8 Mei 2014.



0 comments:

Yoolasch

Followers