CATATAN: Boleh copy paste atau dijadikan referensi tapi jangan plagiat! Anak hukum kok plagiat :p
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin modern kehidupan, semakin
sering penggunaan teknologi, maka semakin praktis orang dalam menjalani hidup.
Terkadang banyak dari masyarakat sekarang yang terlalu workaholic sehingga tidak memikirkan kesehatannya karena yang
dipikirkan hanya pekerjaan.
Namun dengan menunjukkan
loyalitasnya terhadap pekerjaan, perusahaan juga wajib memberikan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja dan Jaminan Kesehatan perusahaan, seperti yang tertulis
dalam Undang-Undang No. 3Tahun 1992. Walau Peraturan mengenai kewajiban itu
ada, namun banyak perusahaan yang tidak memberikan hak tersebut kepada
karyawannya. Padahal dengan pemberian hak tersebut kepada karyawan, selain
dapat meningkatkan kualitas kerja, dapat membuat jalinan antara pengusaha dan
pekerja semakin erat.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan
Jaminan Kesehatan yang sekarang lebih dikenal dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial atau yang lebih dikenal dengan BPJS adalah
badan yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.[1]
badan yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.[1]
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah
implementasi BPJS pada saat ini?
2. Apakah
BPJS termasuk ke dalam monopoli usaha?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui implementasi BPJS pada saat ini.
2. Untuk
mengetahui apakah BPJS termasuk kedalam monopoli usaha.
3. Untuk
memenuhi tugas Hukum Asuransi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
BPJS adalah badan yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia, menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,
BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di
Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi
BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial tenaga kerja PT. Jamsostek menjadi
BPJS Ketenagakerjaan. Pada awal 2014, PT. Askes akan menjadi BPJS Kesehatan.
Dan selanjutnya pada 2015 PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Lembaga BPJS ini bertanggung jawab
terhadap presiden. Dan diwajibkan bagi
setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang sudah menetap
dan tinggal di Indonesia selama minimal enam bulan untuk menjadi anggota BPJS.
Dan ketentuan ini sesuai dengan Pasal 14 UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Seperti yang sudah disinggung
sebelumnya bahwa perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS.
Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib
mendaftarkan diri dan anggota keluarganya menjadi anggota BPJS.
Menjadi anggota BPJS tidak hanya
wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Para pekerja
wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat
yang diinginkannya.[2]
Mengenai jaminan kesehatan, jaminan kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang telah diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya yang telah
dibayarkan pemerintah.
Kelompok anggota BPJS dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu:
1.
penerima bantuan iuran jaminan
kesehatan, dan
2.
bukan penerima bantuan iuran jaminan
kesehatan
Adapun yang dimaksud dengan penerima
bantuan iuran jaminan kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah sebagai
anggota program jaminan kesehatan, yang mana mereka adalah fakir miskin yang
ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
Masyarakat yang berhak menjadi
penerima bantuan iuran jaminan kesehatan lainnya adalah orang yang mengalami
cacat total tetap dan masuk dalam kategori orang tidak mampu. Sedangkan mereka
yang bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan adalah mereka yang :
-
pekerja penerima upah dan anggota
keluarganya
-
pekerja bukan penerima upah dan anggota
keluarganya
-
bukan pekerja dan anggota keluarganya.
Berdasarkan UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan. Yang termasuk pekerja penerima upah itu seperti
pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan lain-lain. Sedangkan pekerja bukan
penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko
sendiri, seperti pekerja di luar hubungan kerja. Bukan pekerja adalah orang
yang tidak memiliki pekerjaan namun mampu membayar iuran jaminan kesehatan
contohnya adalah investor dan pemberi kerja. Dan yang yang meliputi anggota
keluarga adalah:
·
satu orang istri atau suami yang sah
dari si anggota
·
anak kandung, anak tiri dan/atau anak
angkat yang sah dari si anggota, dengan kriteria:
Ø tidak
atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri dan
Ø belum
berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
masih melanjutkan pendidikan formal.
Jaminan kesehatan menanggung jumlah
anggota/peserta dan anggota keluarganya paling banyak 5 orang. Namun apabila jumlah peserta dan
anggota keluarganya lebih dari 5 orang wajib untuk membayar iuran tambahan.
Seluruh warga negara Indonesia wajib menjadi peserta/anggota BPJS walau yang
bersangkutan memiliki jaminan kesehatan lain.
B. Implementasi BPJS Saat Ini
Dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tersebut, BPJS Kesehatan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Fasilitas kesehatan memegang
peranan penting dalam mencapai tujuan BPJS Kesehatan yaitu pemenuhan kebutuhan
medis peserta. JKN lebih berhasil terlaksana manakala fasilitas kesehatan juga
siap dengan pelayanan kesehatan juga siap dengan pelayanan kesehatan yang
berprinsipkan efisiensi biaya namun dengan tidak menurunkan mutu layanan.
Ditengah dinamika implementasi JKN,
BPJS Kesehatan memberikan apresiasi kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
khususnya Rumah Sakit Swasta yang mendukung BPJS Kesehatan baik dari sisi
implementasi Indonesia Case Base Groups, maupun yang memiliki loyalitas dan
komitmen yang tinggi termasuk menata admission yang terintegrasi dengan tim
BPJS Kesehatan, memiliki jalinan kemitraan yang baik dengan BPJS Kesehatan
serta dapat menstimulasi Rumah Sakit Swasta yang belum bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan agar bersedia bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.[3]
Manfaat
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi:
1.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama,
yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik, mencakup:
·
administrasi pelayanan
·
pelayanan promotif dan preventif
·
pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis
·
tindakan medis non spesialistik, baik
operatif maupun non operatif
·
pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai
·
transfusi darah sesuai kebutuhan medis
·
pemeriksaan penunjang diagnosis
laboratorium tingkat pertama
·
rawat inap tingkat pertama sesuai
indikasi
2.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:
·
rawat jalan, meliputi:
-
administrasi pelayanan
-
pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis
-
tindakan medis spesialistik sesuai
dengan indikasi medis
-
pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai
-
pelayanan alat kesehatan implant
-
pelayanan penunjang diagnostic lanjutan
sesuai dengan indikasi medis
-
rehabilitasi medis
-
pelayanan darah
-
pelayanan kedokteran forensik
-
pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
·
rawat inap yang meliputi:
-
perawatan inap non intensif
-
perawatan inap di ruang intensif
-
pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan
oleh Menteri.[4]
Dalam implementasinya, BPJS saat ini
bekerja sama dengan PT Asuransi Sinar Mas, berupa coordination of benefit yang diharapkan memberikan kemudahan bagi
nasabah dalam mengakses layanan kesehatan. Kerja sama tersebut harus
berorientasi kepada peningkatan pelayanan. Program jaminan kesehatan nasional
yang dimiliki Indonesia memang baru berjalan beberapa bulan. Seiring
perjalanannya, Indonesia masih membutuhkan banyak pembelajaran, termasuk dari
negara yang sistem jaminan kesehatan nya telah mumpuni seperti Belanda.
C. BPJS dan Monopoli Usaha
Sebelum menilai BPJS termasuk ke
dalam monopoli usaha atau tidak, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu
apa itu monopoli usaha. Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat definisi monopoli adalah
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Sedangkan yang dimaksud dengan
praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pasaran atas barang dan
atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan
(1)
Pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
(2)
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini apabila:
a.
Barang dan/atau jasa yang bersangkutan
belum ada substitusinya; atau
b.
Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak
dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c.
Satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Monopoli yang dilarang menurut Pasal
17 ini jika monopoli tersebut memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Melakukan
kegiatan penguasaan atas produk barang, jasa, atau barang dan jasa tertentu;
2. Melakukan
kegiatan penguasaan atas pemasaran produk barang, jasa, atau barang dan jasa
tertentu;
3. Penguasaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli;
4. Penguasaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;
Sedangkan kriteria yang digurrakan
untuk membuktikan ada atau tidaknya monopoli yang dilarang tersebut didasarkan
pada :
1. Produk
barang, jasa, atau barang dan jasa tersebut belum ada penggantinya
2. Pelaku
usaha lain sulit atau tidak dapat masuk ke dalam persaingan terhadap produk
barang, jasa, atau barang dan jasa yang sama (barrier to entry)
3. Pelaku
usaha lain tersebut adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang
signifikan dalam pasar yang bersangkutan
4. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok usaha telah menguasai lebih dari 50% pangsa
pasar dari suatu jenis produk barang atau jasa tertentu.
BPJS berpotensi melakukan praktik
monopoli mengingat kekuatannya pada pasar diatas 50 % namun dengan mengacu pada
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan melihat unsur-unsur pasalnya,
dapat disimpulkan bahwa BPJS bukanlah suatu produk pemerintah yang melakukan
monopoli usaha. Karena untuk mengategorikan BPJS melakukan praktik monopoli
usaha apabila semua semua unsur telah
terpenuhi. Pasal 17 Ayat (2) a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dinyatakan
bahwa barang atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya. Sedangkan dalam
kenyataannya, BPJS memiliki substitusi yakni asuransi-asuransi lain yang
sejenis, seperti contohnya asuransi kesehatan dari perusahaan asuransi lain.
Maka dari itu tidaklah dapat disimpulkan jika BPJS melakukan praktik usaha
monopoli.
BAB III
PENUTUP
BPJS akan menggantikan sejumlah
lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan
kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial
tenaga kerja PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Pada awal 2014, PT.
Askes akan menjadi BPJS Kesehatan. Dan selanjutnya pada 2015 PT. Jamsostek
menjadi BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
BPJS tidak dapat dikatakan melakukan
praktik usaha monopoli karena BPJS memiliki subtitusi yakni asuransi-asuransi
lain yang sejenis, seperti contohnya asuransi kesehatan dari perusahaan
asuransi lain. Dan diwajibkan bagi
setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang sudah menetap
dan tinggal di Indonesia selama minimal enam bulan untuk menjadi anggota BPJS.
Dan ketentuan ini sesuai dengan Pasal 14 UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Perundang-Undangan
Undang-Undang
No. 3 Tahun 1992 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan.
Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat
Undang-Undang
No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Undang-Undang
No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang
No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Website
1.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial
terakhir diubah pada 14 April 2014, 07.18 wib.
2.
http://bpjs-kesehatan.go.id/berita-204-bpjs-kesehatan-apresiasi-kinerja-12-rs-swasta-terhadap-implementasi-jaminan-kesehatan-nasional.html diunggah Selasa 20 Mei 2014, 08.03 wib.
[1] http://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial
terakhir diubah pada 14 April 2014, 07.18
[2] Ibid.
[3] http://bpjs-kesehatan.go.id/berita-204-bpjs-kesehatan-apresiasi-kinerja-12-rs-swasta-terhadap-implementasi-jaminan-kesehatan-nasional.html diunggah Selasa 20 Mei 2014, 08.03 wib.
0 comments:
Post a Comment